Di sebuah rumah di tepian danau hiduplah seorang anak laki-laki dan seorang kakek paruh baya. Suatu hari anak laki-laki tersebut keluar dari kamarnya dengan teriakan nada marah, menggedor-gedor pintu dan memecahkan kaca di ruang tamu. Lelaki tua itu bertanya-tanya, dengan tenang ia bertanya "Apa yang kamu lakukan Nak ?" . Tidak menjawabnya, anak muda itupun berusaha lari ke tepian danau tanpa tahu apa yang dia lakukan. Ia pun berteriak "Bukankah sabar itu batasnya !!!" lalu melemparkan beberapa bongkahan batu ke arah danau.
Sang kakek menghampiri dan merangkul anak muda itu. Ia membawa masuk anak itu ke dalam rumah. Seraya berkata,
"Harusnya kamu tahu"
"Tahu apa kek ? Semua ini terjadi begitu saja, kesabaran ku tlah habis"
"Ya, karena itulah salahmu"
"Apa yang salah denganku ?"
"Kau sendiri yang membatasinya, kau yang membatasi kesabaran itu"
Kakek tersebut membawa segelas air putih dari dapur dan sekotak garam dapur. Ia memasukkan satu sendok makan garam ke dalam gelas itu lalu mengaduknya. Anak muda itu berkata,
"Apa ini bisa menyembuhkan amarah ku ?"
"Tidak bisa, aku hanya ingin kau meminumnya"
Anak itu pun meminumnya, karena rasanya asin ia pun memuntahkannya.
"Apa maksudmu memberikan minuman ini ? Rasanya asin tak karuan"
"Ya itulah gambaran hatimu"
Lalu kakek itupun membawa anak muda itu ke tepian danau, ia menebarkan sekotak garam dapur ke air danau tersebut.
"Cobalah kau minum air itu"
"Apa lagi ritual yang harus aku lakukan ?"
"Minumlah dan kau akan belajar, apa rasanya asin ?"
"Tidak, ini terasa payau, seperti biasa"
Kakek itupun duduk di bekas batang kelapa seraya berkata
"Itulah hatimu Nak, ketika kau membentuknya sebesar gelas tadi, maka garam akan terasa asin, itu yang kusebut masalah. Tapi ketika kau membentuknya seluas danau ini, masalah apapun yang kamu hadapi, niscaya itu tak akan terasa"
"Karena sesungguhnya kesabaran itu kau yang membatasinya, selama kau bisa menerima dengan ikhlas dan lapang dada.
Dan pemuda itu tersenyum, akhirnya dia telah belajar tentang kehidupan.